Berikut 8 Golongan Orang Yang Berhak Menerima Zakat
Zakat
merupakan kewajiban dalam Islam bahkan masuk kedalam rukun ke-3 setelah Sholat.
Lalu siapa saja 8 Golongan yang berhak menerima zakat yang telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an maupun al-hadits? Berikut penjelasan mengenai 8 golongan
tersebut sesuai yang disampaikan oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
berikut ini:
Ayat
Al-Qur’an Tentang 8 Golongan yang berhak Menerima Zakat
Allah
berfirman:
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
[At-Taubah: 60]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan
ayat ini (II/364), “Manakala Allah menyebutkan penolakan orang-orang munafik
dan pencelaannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah
pembagian sedekah. Dia melanjutkannya dengan menjelaskan bahwa yang menetapkan
pembagian tersebut, menerangkan hukumnya serta yang menangani masalah ini
adalah Allah sendiri. Dia tidak mewakilkan pembagiannya kepada seorang pun,
kemudian Dia-lah yang membagi shadaqah tersebut kepada golongan-golongan yang
tersebut di dalam ayat di atas.”
Apakah Wajib Membagi Rata Harta Zakat Kepada Semua
GolonganTersebut?
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah, “Para ulama
berselisih pendapat berkenaan dengan delapan golongan yang berhak menerima
zakat, apakah wajib menyerahkan harta zakat kepada setiap golongan atau boleh
diserahkan kepada sebagian golongan saja yang memungkinkan untuk diberikan
kepadannya? Dalam masalah ini ada dua pendapat:
Pertama: Wajib menyerahkannya kepada semua
golongan dan ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i dan jama’ah para ulama.
Kedua: Tidak wajib menyerahkannya kepada semua golongan,
bahkan boleh membagikannya kepada satu golongan saja dan menyerahkan semua
harta zakat kepada mereka walaupun ada golongan yang lain. Dan ini adalah
pendapat Imam Malik dan beberapa orang dari kaum Salaf dan khalaf, di
antara mereka ‘Umar, Hudzaifah, Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliyah, Sa’id bin
Zubair dan Maimun bin Mihran. Berkata Ibnu Jarir, ‘Ini adalah pendapat
kebanyakan ahli ilmu.’ Berdasarkan pendapat ini, maka tujuan penyebutan
golongan-golongan tersebut dalam ayat ini adalah untuk menerangkan tentang
golongan yang berhak menerima zakat bukan untuk menjelaskan kewajiban
membagikannya kepada semua golongan tersebut.”
Berikut 8
Golongan Orang Yang Berhak Menerima Zakat sesuai yang Disampaikan oleh Ibnu
Katsir Rahimahullah
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Kami akan
menyebutkan beberapa hadits yang berkaitan dengan delapan golongan tersebut:
1. Golongan Pertama : Orang-Orang Fakir
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Amr Radhiyallahu anhuma, ia
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لاَ تَحِلُّ
الصَّدَقََةُ لِغَنِيٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ سَوِيٍّ.
“Zakat tidak
halal diberikan kepada orang kaya dan mereka yang memiliki kekuatan untuk
bekerja.” [1]
Dari
‘Ubaidillah bin ‘Adi bin al-Khiyar bahwa ada dua orang yang telah bercerita
kepadanya bahwa mereka telah menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk meminta zakat kepada beliau. Kemudian beliau memperhatikan mereka dan
beliau melihat mereka masih kuat, lalu beliau bersabda:
إِنْ
شِئْتُمَا أَعْطَيْتُكُمَا وَلاَ حَظَّ فِيْهَا لِغَنِيٍّ وَ لاَ لِقَوِيٍّ
مُكْتَسِبٍ.
“Jika kalian
mau aku akan berikan kalian zakat, namun tidak ada zakat bagi orang kaya dan
mereka yang masih kuat untuk bekerja.” [2]
2. Golongan
Kedua : Orang-Orang Miskin
Orang Miskin adalah golongan berikutnya dari 8 Golongan yang berhak menerima zakat, dalam
sebuah hadits dijelaskan: [admin] Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لَيْسَ
الْمِسْكِيْنُ بِهَذَا الطَّوَافِ الَّذِي يَطُوْفُ عَلَى النَّاسِ, فَتَرُدُّهُ
اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ, وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ, قَالُوْا فَمَا
الْمِسْكِيْنُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَلَّذِي لاَيَجِدُ غِنًى يُغْنِيْهِ,
وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ, وَلاَ يَسْأَلُ النَّاسَ.
“Bukanlah termasuk orang miskin mereka yang keliling
meminta-minta kepada manusia, kemudian hanya dengan sesuap atau dua suap
makanan dan satu atau dua buah kurma ia kembali pulang.” Para Sahabat bertanya,
“Kalau begitu siapakah yang dikatakan sebagai orang miskin, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu yang
bisa mencukupi kebutuhannya. Namun tidak ada yang mengetahui keadaannya
sehingga ada yang mau memberinya sedekah dan ia juga tidak meminta-minta kepada
manusia.” [3]
3. Golongan
Ketiga : Amil Zakat
Siapa yang dikatakan Amil itu? Mereka adalah petugas yang
mengumpulkan dan menarik zakat, mereka berhak menerima sejumlah harta zakat
sebagai ganjaran atas kerja mereka dan tidak boleh mereka termasuk dari
keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diharamkan atas mereka
memakan sedekah, sebagaimana yang diriwayatkan dalam Shahiih Muslim dari ‘Abdul
Muththalib bin Rabi’ah bin al-Harits, bahwasanya ia dan al-Fadhl bin al-‘Abbas
pergi menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta agar
mereka berdua dijadikan sebagai amil zakat, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
إِنَّ الصَّدَقَةَ لاَتَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلاَ ِلآلِ
مُحَمَّدٍ, إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ.
“Sesungguhnya
zakat itu tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad, karena ia sebenarnya
adalah kotoran manusia.” [4]
4. Golongan
Keempat : Muallaf (Orang-Orang Yang Dilunakkan Hatinya)
Mereka ada
beberapa macam. Ada yang diberikan harta zakat agar mereka masuk Islam,
sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan Shafwan
bin Umayyah harta dari hasil rampasan perang Hunain, dan dia ikut berperang
dalam keadaan masih musyrik, ia bercerita, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak henti-hentinya memberiku harta rampasan hingga akhirnya beliau
menjadi manusia yang paling aku cintai, padahal sebelum itu beliau adalah manusia
yang paling aku benci.” [5]
Dan di
antara mereka ada yang sengaja diberikan harta zakat agar mereka semakin bagus
keislamannya dan semakin kuat hatinya dalam Islam, sebagaimana yang telah
dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salla ketika perang Hunain,
beliau memberikan seratus ekor unta kepada sekelompok pemuka kaum ath-Thulaqa’
(orang-orang kafir Quraisy yang tidak diperangi di saat penaklukan Makkah),
kemu-dian beliau bersabda:
إِنِّي َلأُعْطِيَ الرَّجُلَ، وَغَيْرَهُ أَحَبُّ
إِلَيَّ مِنْهُ,
خَشْيَةَ أَنْ يَكُبَّهُ اللهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ
جَهَنَّمَ.
“Sesungguhnya
aku memberi (harta) pada seseorang, padahal yang lainnya lebih aku cintai
daripadanya, hanya saja aku takut Allah akan memasukkannya ke dalam Neraka.”
[6]
Dalam
ash-Shahiihain diriwayatkan dari Abu Sa’id, bahwasanya ‘Ali menyerahkan kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam emas mentah batangan dari Yaman,
kemudian beliau membagikannya kepada empat orang, al-Aqra’ bin Habis, ‘Uyainah
bin Badar, ‘Alqamah bin ‘Ulatsah dan Zaid al-Khair, lalu beliau bersabda, “Aku
ingin melunakkan hati mereka.” [7]
Di antara
mereka ada yang diberikan zakat dengan maksud agar orang-orang yang seperti
mereka ikut masuk Islam. Juga ada yang diberikan harta zakat supaya nantinya
bisa mengumpulkan harta zakat dari orang-orang yang setelahnya atau untuk
mencegah bahaya dari beberapa negeri terhadap kaum muslimin.
Allaahu
a’lam.
Apakah harta
zakat masih diberikan kepada orang-orang yang dilunakkan hatinya setelah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal ?
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata, “Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat:
Diriwayatkan
dari ‘Umar, ‘Amir, Sya’bi dan sejumlah ulama lainnya, bahwasanya mereka tidak
diberikan harta zakat setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat,
karena Islam dan kaum muslimin telah jaya dan mereka telah menguasai beberapa
negara, serta telah ditundukkan bagi mereka banyak kaum.
Dan pendapat
yang lain mengatakan bahwasanya mereka tetap berhak menerima zakat, karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memberikan mereka zakat setelah
penaklukan Makkah dan Hawazin. Dan perkara ini terkadang dibutuhkan sehingga
harta zakat diberikan kepada mereka.”
5. Golongan Kelima
: Budak
Diriwayatkan
dari al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, Sa’id bin
Jubair, an-Nakha’i, az-Zuhri dan Ibnu Zaid mereka berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan budak adalah al-Mukatab (budak yang telah mengadakan perjanjian
dengan tuannya untuk membayar sejumlah uang sebagai tebusan atas dirinya). Hal
ini juga diriwayatkan dari Abu Musa al-‘Asyari. Dan ini adalah pendapat Imam
asy-Syafi’i juga al-Laitsi. Berkata Ibnu ‘Abbas dan al-Hasan, “Tidak mengapa
harta zakat tersebut dijadikan sebagai tebusan untuk memerdekakan budak.” Dan
ini adalah madzhab Ahmad, Malik dan Ishaq. Maksudnya bahwa memberikan zakat
kepada budak sifatnya lebih umum dari sekedar memerdekakan al-Mukatab atau
membeli budak, kemudian memerdekakannya. Banyak sekali hadits-hadits yang
menerangkan tentang pahala orang-orang yang memerdekakan budak. Dan
sesungguhnya Allah akan membebaskan dari api Neraka anggota badan orang yang
memerdekakan budak sebagai ganjaran dari anggota badan budak yang ia
merdekakan, hingga kemaluan dengan kemaluan [8]. Hal ini semua karena balasan dari
suatu amalan se-suai dengan jenis amalan tersebut:
وَمَا تُجْزَوْنَ إِلاَّ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ.
“Dan
tidaklah kalian diberi ganjaran kecuali sesuai dengan amalan yang kalian
kerjakan.”
6. Golongan Keenam
: Orang Yang Berhutang
Mereka ada beberapa jenis, ada yang menanggung hutang
orang lain dan manakala telah sampai waktu pembayaran ia menggunakan hartanya
untuk melunasinya sehingga hartanya habis, ada yang tidak bisa melunasi
hutangnya, ada yang merugi karena kemaksiatan yang diperbuat kemudian dia
bertaubat, mereka inilah yang berhak menerima zakat.
Dalil dalam masalah ini adalah hadits Qabishah bin
Mukhariq al-Hilali, ia berkata, “Aku sedang menanggung hutang orang lain,
kemudian aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta
bantuan beliau, beliau berkata, “Tunggulah, jika ada zakat yang kami dapatkan
kami akan menyerahkannya kepadamu.” Selanjutnya beliau bersabda:
يَا قَبِيْصَةُ , إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَتَحِلُّ إِلاَّ
ِلأَحَدِ ثَلاَثَةٍ: رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ
حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِِكَ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اِجْتَاحَتْ
مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ, حَتَّى يُصِيْبَ قِوَاماً مِنْ عَيْشٍ أَوْ
قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلاَثَةٌ
مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ, فَحَلَّتْ
لَهُ الْمَسْأَلَةُ, حَتَّى يُصِيْبَ قِوَاماً مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا
مِنْ عَيْشٍ, فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبيْصَةُ ! سُحْتًا
يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا.
“Wahai
Qabishah, sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah satu
dari tiga orang, yaitu orang yang menanggung hutang orang lain, maka ia boleh
meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian ia berhenti meminta-minta, orang
yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai
mendapatkan sandaran hidup atau beliau berkata, sesuatu yang bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya, dan orang yang ditimpa kesengsaraan hidup sampai tiga orang
dari kaumnya yang berpengetahuan (alim) berkata, ‘Si fulan telah ditimpa
kesengsaraan hidup.’ Ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup
atau beliau berkata: Sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun
selain tiga golongan tersebut, wahai Qabishah, maka haram hukumnya dan mereka
yang memakannya adalah memakan makanan yang haram.’” [9]
7. Golongan Ketujuh
: Orang Yang Berjuang Di Jalan Allah (Fii Sabilillaah)
Mereka adalah para pasukan perang yang tidak punya hak
dari baitul mal. Adapun Imam Ahmad, al-Hasan dan Ishaq mengatakan bahwa orang
yang berhaji termasuk dalam fii sabilillaah, ber-dasarkan sebuah hadits.
Saya (penulis) berkata, “Yang mereka maksud dengan
hadits adalah hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ingin menunaikan haji dan ada seorang isteri yang berkata kepada
suaminya, ‘Sertakanlah aku berhaji bersama Rasulullah.’ Suami tersebut
menjawab, ‘Aku tidak memiliki harta yang bisa kugunakan untuk membiayaimu pergi
haji.’ Lalu isterinya berkata, ‘Hajikanlah aku dengan untamu itu.’ Dia berkata,
‘Itu adalah unta yang aku gunakan untuk berjuang di jalan Allah.’ Kemudian
lelaki tersebut datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku mengucapkan salam atasmu dan
ia telah memintaku untuk menghajikannya bersamamu, ia berkata, ‘Hajikanlah aku
bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Lalu aku menjawab,
‘Sesungguhnya aku tidak memiliki harta yang akan kugunakan untuk membia-yaimu
pergi haji.’ Ia berkata lagi, ‘Kalau begitu hajikanlah aku dengan untamu itu.’
Aku berkata kepadanya, ‘Itu adalah unta yang aku gunakan untuk berjuang di
jalan Allah.’’ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Sesungguhnya jika engkau menghajikan ia dengan unta tersebut juga termasuk
dalam fii sabilillaah.’” [10]
8. Golongan Kedelapan:
Ibnus Sabil
Dia adalah musafir yang berada di suatu negeri dan
tidak memiliki sesuatu apa pun yang bisa membantunya dalam perjalanan, maka ia
diberikan dari harta zakat secukupnya yang bisa diguna-kan untuk pulang
kampung, walaupun mungkin dia memiliki sedikit harta. Dan hukum ini berlaku
bagi mereka yang melakukan perjalanan jauh dari negerinya dan tidak ada sesuatu
apa pun bersamanya, maka ia diberikan sejumlah harta dari zakat yang bisa
mencukupinya untuk bekal pulang pergi. Dan dalilnya adalah ayat tentang
golongan yang berhak menerima zakat, juga apa yang diri-wayatkan oleh Imam Abu
Dawud, Ibnu Majah dari hadits Ma’mar dari Yazid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin
Yasar, dari Abu Sa’id Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَحِلُّ
الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلاَّ خَمْسَةٍ: اَلْعَامِلُ عَلَيْهَا أَوْ رَجُلٌ
اِشْتَرَاهَا بِمَالِهِ أَوْ غَارِمٌ اَوْ غَازٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ أَوْ
مِسْكِيْنٌ تُصُدِّقَ عَلَيْهِ فَأَهْدَى مِنْهَا لِغَنِيٍّ.
“Zakat
itu tidak halal diberikan kepada orang kaya kecuali lima macam, yaitu amil
zakat atau orang yang membelinya dengan hartanya atau orang yang berhutang atau
orang yang berperang di jalan Allah atau orang miskin yang menerima zakat,
kemudian dia menghadiahkannya kepada orang kaya.”[11]
Selesai
perkataan Ibnu Katsir.”-pent.
[Disalin
dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul
Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah
Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama
Ramadhan 1428 – September 2007M]
Demikian artikel tentang 8
Golongan Orang Yang Berhak Menerima Zakat ini. Semoga
dapat bermanfaat dan Allah berkahi siapa saja yang menunaikan kewajiban zakat
sesuai dengan yang Alloh Ta’ala perintahkan.
_______
Footnote
[1]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7251)], Sunan at-Tirmidzi (II/81, no. 647), Sunan Abi Dawud (V/42, no. 1617), dan diriwayatkan dari Abu Hurairah z: Sunan Ibni Majah (I/589, no. 1839), Sunan an-Nasa-i (V/99).
[2]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 1438)], Sunan Abi Dawud (V/41, no. 1617), Sunan an-Nasa-i (V/99).
[3]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim II/719, no. 1039), dan ini adalah lafazhnya, Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari III/341, no. 1479), Sunan an-Nasa-i (V/75), Sunan Abi Dawud (V/39, no. 1615).
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 1664)], Shahiih Muslim (II/752, no. 1072), Sunan Abi Dawud (VII/205, no. 2969), Sunan an-Nasa-i (V/105). Berkata an-Nawawi, “Yang dimaksud dengan ausaakhun naas, bahwasanya zakat tersebut sebagai pembersih dan pensuci bagi harta dan jiwa mereka, sebagaimana firman Allah, ‘Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.’ Maka, zakat tersebut ibarat alat pencuci kotoran.” (Shahiih Muslim Syarah an-Nawawi (VII/251), cet. Qurthubah).
[5]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1588)], Shahiih Muslim (II/754, no. 1072 (168)), Sunan Abi Dawud (VIII/205-208, no. 2969), Sunan an-Nasa-i (V/ 105-106)
[6]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/79, no. 27), Shahiih Muslim (I/132, no. 150), Sunan Abi Dawud (XII/440, no. 4659), Sunan an-Nasa-i (VIII/103).
[7]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (VIII/67, no. 4351), Sha-hiih Muslim (II/741, no. 1064), Sunan Abi Dawud (XIII/109, no. 4738).
[8]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6051)]. Diriwayatkan oleh at-Tir-midzi dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللهُ مِنْهُ
بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنَ النَّارِ حَتَّى يَعْتِقَ فَرْجَهُ بِفَرْجِهِ.
“Barangsiapa
yang memerdekakan seorang budak yang beriman niscaya Allah akan memerdekakan
dengannya (anggota badan budak) setiap anggota badan orang yang memerdekakannya
dari api Neraka sampai kemaluannya dengan kemaluannya.” (III/49, no. 1541).
[9]. Shahih:
[Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 568)], Shahiih Muslim (II/722, no. 1044), Sunan
Abi Dawud (V/49, no. 1624), Sunan an-Nasa-i (V/96). Dan termasuk dari zawil
hija orang yang berakal dan pintar.
[10]. Hasan shahih: [Shahih Sunan Abi Dawud (no. 1753)], Sunan Abi Dawud (V/465, no. 19740), Mustadrak al-Hakim (I/183), al-Baihaqi (VI/164).
[11]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 725)], Sunan Abi Dawud (V/44, no. 1619), Sunan Ibni Majah (I/590, no. 1841).
[10]. Hasan shahih: [Shahih Sunan Abi Dawud (no. 1753)], Sunan Abi Dawud (V/465, no. 19740), Mustadrak al-Hakim (I/183), al-Baihaqi (VI/164).
[11]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 725)], Sunan Abi Dawud (V/44, no. 1619), Sunan Ibni Majah (I/590, no. 1841).
Tidak ada komentar